Pages

Sabtu, 02 Mei 2009

Kuliner Hingga Upacara Teh Jepang di Senayan

0 comments

JAKARTA - Mencari restoran Jepang yang unik dengan menu dan suasana yang Jepang banget? Katsura, restoran Jepang yang dirancang menyerupai Kyoto Summer Palace merupakan pilihan tepat. Orisinilitas yang disajikan membawa Anda menikmati Jepang seutuhnya. Sejak dibuka 13 Agustus 2008, Katsura telah menjadi favorit di kalangan ekspatriat Jepang, namun pecinta kuliner Indonesia pun tak kalah menikmati Restoran Jepang ini.

Demi menghadirkan suasana Jepang betulan, dekorasi interiornya pun khusus dibuat oleh desainer Jepang terkenal, Soichi Mitzutani. Konsep Kyoto summer Palace (Katsura Rikyu) menawarkan kombinasi kemewahan dan keintiman. Semua elemem bumi menyatu, tidak hanya memberikan kenyamanan tapi juga keseimbangan jiwa bagi siapapun yang datang ke Katsura.

Setiap ruangan yang ada di restoran Katsura ini juga memiliki keistimewaan tersendiri. Pengunjung dibuat kagum dengan jalan masuk menuju ruang-ruang makan. Jalan yang dibuat bercabang dan aliran kolam membuat restoran ini terasa anggun. Selain ruang makan utama yang dapat menampung 70 tamu ada juga ruang privasi dengan konsep teppanyaki dan shabu-shabu bergaya kamar Jepang.

Jika anda memilih ruang teppanyaki, koki handal Katsura akan menampilkan keahlian memasak dengan teknik yang tidak hanya mempesona pengunjung tapi juga menambah nafsu makan. Selain pertunjukan masak, Katsura juga menyediakan tamu Jepang melakukan upacara teh atau Chanoyu atau Chado. tradisi keg masyarakat Jepang dimana teh hijau bubuk atau matcha adalah disiapkan dan dihidangkan kepada orang lain.

Perkara rasa tak perlu diragukan. Daging sapi Kobe, Kepiting dan bahan makanan lainnya diimpor langsung dari Jepang dan kesegarannya terjamin. Restoran yang berada di Plasa Senayan ini buka setiap hari dari pukul 11:30 sampai 11:00 dan akhir pekan dari 11:30 sampai 12:00.

Taken From : www.republika.co.id

Varian Baru Netbook Advan DigitaL

0 comments

Jakarta--Advan Digital meramaikan pasar netbook awal tahun dengan merilis Vanbook A Series. Kehadiran seri A, melengkapi tiga seri yang ada di pasaran yakni G , G2 dan E. Terdapat empat pilihan warna untuk netbook dengan harga Rp 4 juta ini. Yakni Hitam, Putih, Biru dan Pink.

Untuk seri A, Advan digital menawarkan dua pilihan yakni A1-N70 dan A1-N70T, dengan Kapasitas HDD 120 GB SATA. Khusus untuk tipe A1-N70T bisa di up grade menjadi 160 GB. Kedua seri juga dilengkapi dengan processor Intel Atom N270 1.6 Ghz dengan memori 1 GB DDR, serta chipset Intel 945 GSE.

Memiliki layar berdimeter 10.2 inci, netbook ini berbobot sekitar 1.4 kg. Keypad lebih besar dibandingkan dengan netbook pada umumnya. Pendukung lain adalah Wifi, dan webcam 1.3 MP. Advan Digital hanya menyediakan DOS untuk sistem operasi.

Baterai untuk A1-N70 2200 mAh, sementara A1-N70T 4400 mAh. Advan Digital mengklaim daya tahan baterai hingga 3 jam. Memperhatikan kapasitas baterai, pengguna harus sering melakukan kontrol, utamanya saat penggunaan multitasking, seperti melakukan akses internet dan mendengarkan musik. Untuk keperluan multitasking yang membutuhkan energi besar, daya tahan baterai menjadi sangat terbatas.

Taken From : www.republika.co.id

Memotret Simpel dengan Hasil Terbaik

0 comments

Memotret makin mudah saja. Fitur smart auto yang dibenamkan Samsung pada kamera digital kompak terbarunya, ST50 memungkinkan penggunanya mengambil gambar cukup dengan satu sentuhan. Sekalipun hanya menggunakan satu sentuhan, sistem secara otomatis akan memilih mode bidikan mana yang paling tepat sesuai dengan lingkungan dimana gambar diambil.

Ada 11 pilihan untuk mode pengambilan gambar, seperti macro, potrait, night, backlight, action, macro text. Tak hanya menawarkan kemudahan memotret, kamera ini juga diklaim memiliki satu sistem yang memungkinkan objek tampil sempurna. Fitur beauty shot, misalnya akan mencerahkan objek sekaligus melakukan koreksi terhadap 'cacat' pada objek seperti kerutan wajah, bintik dan sebagainya.

Tak berhenti disini saja, Samsung juga membenamkan fitur blink detection. ''Ini akan membantu pengambilan gambar saat mata berkedip,'' kata Herry CE Product Digital Imaging, Samsung Electronics Indonesia. Saat mata berkedip, kamera akan mengambil dua gambar. Pada saat mata terbuka, kamera hanya mengambil satu gambar saja.

Tak kalah menariknya adalah fitur self portrait. ''Akan ada bunyi apabila objek berada dalam bingkai gambar. Bunyi ini sekaligus menjadi panduan Anda, bahwa Anda bisa mengambil foto diri Anda sendiri,'' ujar Herry.

Berbagai fitur terbaru yang dibenamkan, memang tidak terlepas dari kebutuhan para pengguna kamera digital itu sendiri. Herry mengakui, pengguna kamera ingin mengambil gambar dengan hasil terbaik, namun tidak ribet. Kebutuhan seperti inilah, barangkali, mengilhami Samsung melahirkan ST50.

ST50 pada dasarnya adalah kamera digital untuk para pemula. Tampil dengan desain slim dan stylish, kamera berukuran 94.2 x55.7x16.6 milimeter ini berhasil meraih CES Innovation Award 2009 untuk kategori ultra slim digital camera. Memperhatikan desain yang diusung Samsung memang layak meraih penghargaan ini. Karena kompetitornya memang belum ada yang membuat kamera seramping ST50.

Nilai lebih lain pada kamera ini adalah teknologi dan fitur. Apa yang ada di ST50 umumnya banyak ditemukan pada kamera kompak semi profesional atau kamera prosumer. Sementara kamera 12.2 megapiksel ini masuk kategori entry level.

Memiliki layar berdiameter 2.7 TFT, tingkat sensitifitas cahaya ST50 berbeda dengan kebanyakan kamera sejenis. Umumnya kamera sejenis memiliki ISO antara 200 hingga 3200. ST50 bisa digunakan dengan ISO 80 hingga 3200.

Tak hanya memotret, kamera ini juga bisa digunakan untuk pengambilan video dengan kecepatan 20 frame per detik. Video memiliki resolusi 800x592 piksel. Untuk ukuran kamera saku, resolusi ini cukup memadai.

Samsung juga melakukan pembaharuan pada baterai. Kamera ini menggunakan batera Li ion . Untuk mencharge bisa memanfaatkan kabel data yang dihubungan ke PC atau notebook.

Tersedia dalam empat warna,Merah,Biru. Hitam dan Silver Samsung berencana memasarkan produk ini mulai pekan depan dengan harga Rp 2.990.000.

Taken From : www.republika.co.id

Ribuan Pesepeda Jelajahi Kota Tua Jakarta

0 comments

JAKARTA, KOMPAS.com — Sekitar 3.000 pesepeda akan memeriahkan Bike to Heritage untuk menjelajahi kawasan kota tua Jakarta, Minggu (3/5). Acara ini dalam rangka memperingati hari jadi ke-10 Harian Warta Kota.

Suprapto, ketua panitia, mengatakan, pihaknya siap menyelenggarakan acara. “Kami telah siap baik keamanan dan medis,” ucapnya, Sabtu.

Ia menjelaskan, rombongan akan start di Monas untuk registrasi. Setelah itu rombongan berjalan menuju Harmoni kemudian ke Pancoran, Glodok, Jl Gedong Panjang, Museum Bahari, Sunda Kelapa, dan berakhir di Museum Fatahillah dengan panjang rute sekitar 12 km. “Registrasi mulai jam 06.00 dan kita berangkat pukul 07.00. Diperkirakan sekitar satu setengah jam sampai di Fatahilla,” katanya.

Suprapto menjelaskan, akan ada banyak acara untuk memeriahkan HUT Warta Kota. Termasuk penanaman pohon dan bunga di kawasan kota tua. Selain itu, akan ada jajanan unik dan khas. “Juga ada live music dan pemberian door prize buat peserta di Fatahilla,” ujar Suprapto.

Pada acara hari ini, Warta Kota akan menerima tiga rekor dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Rekor pertama, Warta Kota sebagai koran yang konsisten menampilkan grafis jurnalistik di halaman 1 dengan 5.359 grafis jurnalistik dalam 3.456 edisi. Kedua, rangkaian grafis jurnalistik terpanjang dengan ukuran 200 meter x 90 cm. “Kami rangkaikan grafis jurnalistik yang pernah dimuat dalam Warta Kota sebanyak 339 grafis,” katanya.

Untuk rekor ketiga, penghargaan diberikan kepada Gramedia Printing sebagai percetakan yang mencetak koran terbesar. “Besok (hari ini) akan dicetak besar koran Warta Kota dan dipamerkan di Fatahillah,” tambahnya.

Gubernur DKI Fauzi Bowo juga akan mencanangkan program Bike to School. Para siswa sekolah setingkat SMA akan menjadi pelopor untuk bersepeda menuju sekolah. “Kita berharap kebiasaan ini ditularkan kepada rekan-rekan mereka,” kata Suprapto.

taken from: www.Kompas.com

Swine flu name change? Flu genes spell pig

0 comments














A farmer wash pigs at a pig farm in Medan, North Sumatra, Indonesia, Thursday. Indonesia, which was hit hardest by bird flu, said it was banning all pork imports to prevent swine fever infections. AP/Binsar Bakkara



No matter what you call it, leading experts say the virus that is scaring the world is pretty much all pig. So while the U.S. government and now the World Health Organization are taking the swine out of "swine flu," the experts who track the genetic heritage of the virus say this: If it is genetically mostly porcine and its parents are pig viruses, it smells like swine flu to them.

Six of the eight genetic segments of this virus strain are purely swine flu and the other two segments are bird and human, but have lived in swine for the past decade, says Dr. Raul Rabadan, a professor of computational biology at Columbia University.

A preliminary analysis shows that the closest genetic parents are swine flu strains from North America and Eurasia, Rabadan wrote in a scientific posting in a European surveillance network.

"Scientifically this is a swine virus," said top virologist Dr. Richard Webby, a researcher at St. Jude Children's Research Hospital in Memphis. Webby is director of the WHO Collaborating Center for Studies on the Ecology of Influenza Viruses in Lower Animals and Birds. He documented the spread a decade ago of one of the parent viruses of this strain in scientific papers.

"It's clearly swine," said Henry Niman, president of Recombinomics, a Pittsburgh company that tracks how viruses evolve. "It's a flu virus from a swine, there's no other name to call it."

Dr. Edwin D. Kilbourne, the father of the 1976 swine flu vaccine and a retired professor at New York Medical College in Valhalla, called the idea of changing the name an "absurd position."

The name swine flu has specific meaning when it comes to stimulating antibodies in the body and shouldn't be tinkered with, said Kilbourne, 88.

That's not what government health officials say.

"We have no idea where it came from," said Michael Shaw, associate director for laboratory science for the Centers for Disease Control and Prevention. "Everybody's calling it swine flu, but the better term is 'swine-like.' It's like viruses we have seen in pigs, it's not something we know was in pigs."

On Wednesday, U.S. officials not only started calling the virus 2009 H1N1 after two of its genetic markers, but Dr. Anthony Fauci the National Institutes of Health corrected reporters for calling it swine flu. Then on Thursday, the WHO said it would stop using the name swine flu because it was misleading and triggering the slaughter of pigs in some countries.

Another reason the U.S. government wants to ditch the swine label is that many people are afraid to eat pork, hurting the $97 billion U.S. pork industry. Even the experts who point to the swine genetic origins of the virus agree that people can't get the disease from food or handling pork, even raw.

"Calling this swine flu, when to date there has been no connection between animals and humans, has the potential to cause confusion," Chris Novak, chief executive officer of the National Pork Board, said in a news release.

One top flu expert, doesn't like the swine flu name either, but for a different reason. Traditional swine flu doesn't spread easily among people, although this one does now, said Dr. Paul Glezen, a flu epidemiologist at Baylor University.

Columbia's Rabadan said sometimes when he talks to other scientists, he uses the name "swine" or the name "Mexican flu." And that name only adds another case of political incorrectness.

Mexico Health Secretary Jose Angel Cordova said it's wrong to call it "North American flu" and flatly rejects the idea of calling it "Mexican flu." He pointed to WHO information that the swine genes in the virus are from Europe and Asia. Rabadan and others say four of the six pure swine genetic markers are North American.

"I don't think it's fair for someone to blame Mexico for this. You can't blame any country; you can't blame a person or an institution. The recombination of genes in the virus is something that happens naturally," Mexico's chief epidemiologist, Miguel Angel Lezana said Wednesday.

And while the U.S. government and WHO are dropping "swine flu" as the name, someone hasn't told their Webmasters.

On Thursday afternoon, the phrase "swine flu" was still in the Internet addresses for the WHO, Homeland Security and CDC pages on the disease and the question-and-answer page on the U.S. government's pandemic flu Web site.

Taken Fro0m : www.TheJakartaPost.com